Setelah sebelumnya Merdeka Belajar yang diluncurkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, menyasar sekolah-sekolah, kini perguruan tinggi pun tak ketinggalan untuk dimerdekakan Mas Menteri.
Inovasi yang disebut-sebut sebagai Merdeka Belajar Jilid II ini akan diterapkan secara bertahap. Sebagaimana Merdeka Belajar Jilid I, pembenahan untuk tingkat kampus juga mengusung empat pokok kebijakan yang meliputi pembukaan program studi baru, sistem akreditasi perguruan tinggi, status pergururan tinggi berbadan hukum, dan hak belajar tiga semester di luar program studi.
Mendikbud mengaku ingin memberikan kebebasan kepada mahasiswa dan pihak kampus untuk menyelenggarakan metode Pendidikan secara mandiri. Selain dilatarbelakangi pola pendidikan yang seragam dan terbukti gagal selama puluhan tahun, Merdeka Belajar juga ingin mencetak pendidikan yang berkualitas secara merata dan menyeluruh. Dalam hal Kampus Merdeka, Mendikbud ingin perubahan paradigma pendidikan agar menjadi lebih otonom dengan kultur belajar yang inovatif.
“Mari lah kita ke depannya mencoba keberagaman. Bukan hanya keberagaman dalam arti misalnya fleksibilitas dari kurikulum tapi keberagaman dari cara-cara transformasi sekolah,” ujar Nadiem.
Program Studi Baru
Ada 11 kampus yang sudah berbadan hukum pada bulan April tahun 2019 lalu. Artinya, hanya kampus-kampus tersebut yang memiliki hak untuk membuka atau mendirikan program studi (prodi) baru. Melalui pendekatan Merdeka Belajar Jilid II ini, Mendikbud mencoba memberikan hak kepada kampus non badan hukum, asal sudah terakreditas A dan B.
Kemudahan diberikan kepada Institusi dengan akreditasi A dan B karena sudah membuktikan kualitas dan reputasinya dalam mengelola institusi. Namun, pembukaan prodi tersebut harus dipenuhi syarat kerja sama dengan mitra prodi, yakni perusahaan multinasional, perusahaan teknologi global, organisasi nirlaba, institusi multilateral, atau universitas yang masuk dalam QS Top 100 World Universities. Di luar itu, pemerintah mempermudah persyaratan pembukaan prodi.
Kebijakan ini tidak berlaku untuk program studi kesehatan dan pendidikan.
Sistem Akreditasi
Lewat Kampus Merdeka, kemudahan kampus-kampus untuk mendapatkan akreditasi kembali akan dipermudah dengan pemberlakuan system otomatis berjangka. Badan Akreditasi Nasioanal Perguruan Tinggi (BAN-PT) tetap memberikan status akreditasi selama 5 tahun dan system otomatis tersebut berlaku untuk seluruh peringkat dengan sifat sukarela bagi perguruan tinggi dan prodi yang siap naik peringkat.
Pembatasan pengajuan re-akreditasi dan prodi juga akan dibatasi minimal 2 tahun dari akreditasi yang masih berlaku. Akreditasi A akan diberikan bagi prodi yang berhasil mendapatkan akreditasi internasional. Akreditasi internasional yang diakui akan ditetapkan melalui Keputusan Menteri.
Meski demikian, evaluasi akreditasi akan dilakukan BAN-PT jika ditemukan penurunan kualitas yang meliputi pengaduan masyarakat dengan disertai bukti yang konkret, serta penurunan tajam jumlah mahasiswa baru yang mendaftar dan lulus dari prodi ataupun perguruan tinggi.
Perguruan Tinggi Badan Hukum
Jika sebelumnya hanya Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang terakreditasi A untuk menjadi PTN Badan Hukum (PTN-BH), Kampus Merdeka akan menjamin kemudahan PTN Badan Layanan Umum (PTN-BLU) dan Satuan Kerja (Satker) untuk beralih statusnya menjadi PTN-BH kapan saja.
Dari kebijakan ini, status PTN-BLU dan Satker yang sudah menjadi PTN-BLH dapat memiliki fleksibiltas finansial dan kurikulum yang lebih baik.
Belajar di Luar Program Studi
Kebijakan ini banyak disoroti berbagai pihak karena merupakan salah satu hal paling fundamental dalam pendidikan tinggi. Satuan Kredit Semester (SKS) yang selama ini selalu fokus di dalam kelas akan dibenahi dengan cara pemberian hak mahasiswa untuk mengambil SKS di luar kampus selama 2 semester atau setara dengan 40 SKS. Selain itu, mahasiswa juga dapat mengambil SKS Prodi yang berbeda di kampus sebanyak 1 semester atau 20 SKS.
Mendikbud kemudian menjabarkan definis SKS sebagai “jam kegiatan”, bukan lagi “jam belajar” yang selama puluhan tahun berlaku di kampus-kampus. Dengan begitu, kegiatan di luar Prodi juga tetap masuk hitungan SKS, sehingga mahasiswa tidak perlu menambah jumlah semesternya sebagai syarat lulus kuliah.
“Program-program di luar kampus, contohnya seperti apa? Magang, praktik kerja. Bisa mengajar di suatu sekolah di tempat terpencil. Melakukan research, membantu dosen melakukan project research, atau bahkan membantu mahasiswa S2, S3 melakukan PhD-nya, bisa juga,” jelas Nadiem di Gedung Kemendikbud, Jakarta, Jumat (24/1/2020).
Melalui kebijakan Kampus Merdeka, pemerintah berharap mencetak mahasiswa yang inovatif, memiliki lintas pengetahuan, dan tentu saja siap menghadapi dunia kerja.
File lengkap mengenai Kampus Merdeka dapat diunduh dalam format PDF di tautan ini.
Sumber: