Merdeka Belajar yang dicanangkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, pada akhir tahun lalu cukup membawa harapan ke arah perubahan yang lebih baik Pendidikan Indonesia di masa depan. Beberapa komentar positif juga bertebaran di lini masa media sosial dari kalangan guru dan tenaga pendidik lainnya.
Mendikbud kemudian menyampaikan bahwa program Merdeka Belajar dirancang dengan mengakomodir berbagai aspek, salah satunya mengacu pada praktik standar rujukan kualitas pendidikan internasional, seperti PISA dan TIMSS.
PISA
Survei Program for International Student Assessment (PISA) merupakan survey rutin yang menjadi rujukan sebagai evaluasi kualitas pendidikan di dunia. Survei ini diselenggarakan oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), organisasi yang berfokus pada kerja sama dan pembangunan ekonomi. PISA dilakukan setiap tiga tahun sekali.
Indonesia menjadi partisipan PISA sejak tahun 2000. Pada saat itu, Indonesia secara sukarela memberikan ruang kepada PISA untuk senantiasa mengevaluasi hasil capaian siswa agar dapat menjadi refleksi kebijakan pendidikan di era globalisasi. Hasil asesmen PISA di Indonesia dan negara-negara lain tidak lepas dari pemberitaan media. Pemerintah Indonesia selalu mendapat tekanan publik karena dianggap belum berhasil dalam menyelenggarakan sistem pendidikan nasional.
Pada tahun tersebut, Indonesia menempati peringkat ke-39 dari 41 negara. Sampai penyelenggaraan terbaru di tahun 2018, Indonesia konsisten berada di urutan 10 paling besar dari bawah, yakni peringkat ke-72 dari 78 peserta.
Hadirnya PISA di Indonesia diasumsikan akan berdampak pada pergaulan Indonesia di mata dunia. Kerja sama Indonesia dengan negara-negara OECD dalam rangka memperbaiki kualitas Pendidikan juga terus diupayakan.
Kinerja PISA
PISA menawarkan wawasan untuk kebijakan dan praktik Pendidikan dengan cara membantu memantau tren dalam perolehan pengetahuan dan keterampilan siswa di seluruh negara dan berbagai subkelompok demografis di masing-masing negara. PISA memberikan gambaran hasil capaian siswa melalui sistem pendidikan yang berlangsung.
Survey yang dilakukan oleh PISA mematok tiga indikator sebagai penilaian utama, yakni kemampuan matematika, kemampuan sains, dan kemampuan literasi. Remaja berusia 15 tahun dari perwakilan berbagai negara akan dites dalam survey tersebut. PISA sendiri menentukan skor standar internasional untuk menilai ketiga kemampuan di atas, yaitu 500.
Kemampuan Literasi Rendah
Kemampuan literasi merupakan indikator bagaimana siswa memahami dan merenungkan teks untuk mengemukakan ide dan gagasan baru, bukan sekadar memahami apa yang dibaca.
Dalam hasil PISA tahun 2018 lalu, rata-rata kemampuan baca negara-negara OECD berada di angka 487, skor Indonesia sendiri berada di skor 371. Peringkat pertama diraih China (skor 555), kemudian diikuti Singapura (549) dan Makau (525).
Kemampuan Matematika dan Sains Juga Rendah
Sedangkan kemampuan matematika adalah kemampuan siswa untuk merumuskan, menggunakan, dan menafsirkan matematika untuk berbagai konteks. Sedangkan kemampuan sains merupakan kemampuan mengaitkan pengetahuan sains dengan isu yang relevan dalam kehidupan sehari-hari.
Kedua kemampuan ini juga mencatat skor rendah pada tahun 2018, yakni 379 untuk kemampuan matematika dan 396 untuk kemampuan sains. Bandingkan dengan China yang memiliki skor matematika di angka 591 dan 590 untuk kemampuan sainsnya.
Solusi
Totok Suprayitno (Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendikbud) menjelaskan bahwa hasil PISA Tahun 2018 bisa menjadi peringatan karena beberapa tahun terakhir keikutsertaan PISA, nilai kemampuan pendidikan Indonesia mengalami penurunan.
Salah satu cara meningkatkan kualitas pendidikan agar menghasilkan generasi yang siap dalam pasar internasional adalah dengan mengubah kurikulum. Tujuannya adalah agar Indonesia mampu mengejar ketertinggalan yang salah satunya dibuktikan melalui asesmen PISA.
Kurikulum 2013 kemudian dikembangkan berdasarkan tantangan eksternal yang secara global terkait dengan pergeseran ekonomi dunia, pengaruh dan imbas teknosains serta mutu, investasi, dan transformasi bidang pendidikan. Selain PISA, Indonesia juga mengadopsi metode Pendidikan International Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS). Dasar pengukuran TIMSS adalah matematika dan sains yang terdiri dari dua domain, yakni domain isi dan kognitif. Domain isi matematika terdiri dari bilangan, aljabar, geometri, data dan peluang. Sedangkan domain isi sains terdiri atas biologi, kimia, fisika dan ilmu bumi. Untuk domain kognitif, yakni pengetahuan, penerapan dan penalaran.
Upaya yang terbaru pemerintah Indonesia dalam menjawab solusi mutu pendidikan adalah mencanangkan program Merdeka Belajar yang digulirkan Menteri Pendidikan dan Kebudayan, Nadiem Makarim. Harapannya, semakin banyak siswa-siswi yang memiliki kemampuan dan keterampilan, terutama yang berkaitan dengan kemampuan nalar peserta didik dalam bidang literasi dasar, yaitu membaca, matematika, dan sains. Tiga materi yang dianggap cukup mewakili kebutuhan pasar tenaga kerja global.
Sumber: